Resume dibuat oleh : Arjana
Bagaskara Solichin
Tanggal : 6 Maret 2014
Selesai pada pukul : 13.54 WIB
Sumber Buku : Asas-asas hukum pidana, dibuat oleh Prof Moeljatno, S.H.
Unsur-Unsur Atau Elemen-Elemen Perbuatan Pidana (hal 64-70)
Setiap perbuatan pidana pada
hakekatnya harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) yaitu :
a. Kelakuan atau akibat, contoh : hal
menjadi pejabat negara (pegawai negeri) yang diperlukan dalam delik-delik
jabatan, dalam pasal 413 KUHP, 418 KUHP, 419 KUHP.
b. Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang
menyertai perbuatan (Van Hamel membagi dalam dua golongan, yaitu 1. Mengenai
diri orang yang melakukan perbuatan, dan 2. Mengenai di luar diri si pelaku),
contoh : pasal 160 KUHP, pengusutan harus dilakukan di tempat umum.
c. Hak ikhwal tambahan tertentu (Bijkomende voorwaarden van strafbaarheidi), contoh : pasal 164, 165 KUHP bahwa ada
kewajiban melapor kepada yang berwajib jika mengetahui akan terjadinya suatu
tindak kejahatan. Pasal 331, tentang kewajiban memberi pertolongan pada orang
yang sedang menghadapi bahaya maut.
Mengenai hal ikhwal tambahan tertentu haruslah
menjadi ‘perbuatan yang patut dipidana’
(strafwaardig) bukan ‘perbuatan yang
dilarang’ (strafbaar feit) menurut
van Hamel. Lain halnya menurut Simons, beliau menyatakan bahwa syarat tambahan
tidaklah dapat dipandang sebagai elemen strafbaar
feit yang sesungguhnya. Kemudian Prof. Moeljatno juga berpendapat bahwa
syarat tambahan itu bukan sebagai elemen perbuatan pidana, melainkan sebagai
syarat penuntutan.
Keadaan
tambahan dapat juga untuk memberatkan
ancaman pidana. Contoh : penganiayaan menurut pasal 351 ayat 1 KUHP diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Tetapi jika
perbuatan menimbulkan luka-luka berat, maka ancaman pidana diberatkan menjadi lima
tahun, dan jika mengakibatkan mati menjadi tujuh tahun (Pasal 351 Ayat 2 dan
3).
d.
Sifat melawan
hukum. Contoh : dalam merumuskan pemberontakan yang menurut pasal 108
antara lain adalah melawan pemerintah dengan senjata, tidak perlu diadakan
unsur tersendiri yaitu kata-kata yang menunjukkan bahwa perbuatan adalah bertentangan dengan hukum. Tanpa ditambahkan
kata-kata lagi, perbuatan tersebut sudah wajar pantang dilakukan. Namun juga
ada unsur-unsur yang perlu dijelaskan karena belum cukup jelas. Misalnya pasal
167 KUHP ‘melarang untuk memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau perkarangan
tertutup yang dipakai orang lain, dengan melawan hukum. Rumusan memaksa masuk
ke dalam rumah yang dipakai orang lain saja dipandang belum cukup untuk
menyatakan kepantangan perbuatannya. Harus ditambah dengan unsur : secara melawan hukum.
e. Unsur melawan hukum objektif (keadaan
lahir). Misalnya, dalam pasal 167
KUHP, bahwa terdakwa tidak mempunyai wewenang untuk memaksa masuk, karena bukan
pejabat kepolisian ataupun kejaksaan.
f.
Unsur melawan
hukum subjektif (keadaan batin yang bersangkutan). Misalnya, dalam pasal
362 KUHP. Disini dirumuskan sebagai pencurian, pengambilan barang orang lain,
dengan maksud untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum. Sifat
melawan hukum ini tidak terletak dalam hal-hal lahir, tetapi terletak pada niat orang yang mengambil barang tadi. Dalam
terminologi bahasa Belanda, unsur melawan hukum subjektif ini disebut juga Onrechstelement.
Kesimpulan :
1.
Pertama, sekalipun dalam rumusan delik tidak terdapat unsur melawan hukum, namun bukan berarti perbuatan tersebut tidak
bersifat melawan hukum.
2.
Terakhir, meskipun perbuaatn pidana pada umumnya adalah keadaan lahir dan terdiri
atas elemen-elemen lahir, namun ada kalanya dalam perumusan
juga harus memperhatikan unsur-unsur subjektif atau sifat melawan hukum
subjektifnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar